Dana Abadi Perumahan Belum Tepat Jika Ekonomi Belum 6%
Skema dana abadi perumahan menjadi bahan diskusi hangat dalam kebijakan pembiayaan hunian bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Pemerintah tengah mempertimbangkan transformasi dari skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) menjadi dana abadi perumahan, yang apabila dilaksanakan di masa ekonomi belum tumbuh minimal di kisaran 6 %, dikhawatirkan menimbulkan risiko fiskal dan implementasi. Artikel ini membahas secara komprehensif latar belakang, tantangan, hingga tujuh alasan kenapa skema dana abadi perumahan dinilai belum tepat untuk diimplementasikan saat ini.
Latar Belakang Skema Dana Abadi Perumahan
Skema dana abadi perumahan dimaksudkan untuk menjamin keberlanjutan pembiayaan hunian terjangkau dengan memanfaatkan hasil investasi, bukan semata-mengandalkan alokasi APBN tahunan. Sebagai contohnya, direktur utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk menyebut bahwa dana abadi memungkinkan rumah subsidi digulirkan secara berkelanjutan tanpa terus-menerus membebani anggaran negara.

Menurut data Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera), skema FLPP hingga Juni 2024 telah menyalurkan sekitar Rp136,2 triliun untuk 1,47 juta unit rumah bagi MBR. Namun, skema dana abadi dianggap sebagai opsi jangka panjang yang saat ini masih dalam tahap penggodokan regulasi.
Mengapa Skema Dana Abadi Perumahan Dipertimbangkan?
Sebelum membahas mengapa saat ini belum tepat, berikut sejumlah manfaat yang diharapkan dari dana abadi perumahan:
-
Meminimalkan beban APBN tahunan karena subsidi beralih ke return investasi.
-
Mencapai daya serap hunian jauh lebih besar dibanding skema subsidi tradisional.
-
Menjadi instrumen jangka panjang dan sustainable untuk pembangunan hunian layak.
Meskipun demikian, terdapat sejumlah faktor ekonomi dan pelaksanaan yang membuat sejumlah pihak menilai bahwa saat ini belum waktunya untuk sepenuhnya menerapkan skema dana abadi perumahan.
7 Alasan Dana Abadi Perumahan Belum Tepat Jika Ekonomi Belum 6%

1. Kondisi pertumbuhan ekonomi belum cukup kuat
Salah satu prasyarat ideal untuk meluncurkan skema dana abadi perumahan adalah kondisi ekonomi yang stabil dan tumbuh cukup tinggi. Jika pertumbuhan ekonomi belum mencapai di atas atau sekitar 6 %, maka resiko keberlanjutan investasi yang menopang dana abadi menjadi lebih tinggi. Dalam kondisi ekonomi yang melambat atau hanya tumbuh moderat, return investasi mungkin tak cukup untuk mendukung subsidi hunian secara massal.
2. Risiko fiskal dan anggaran masih menyelimuti
Walaupun dana abadi bertujuan mengurangi beban APBN, namun pada fase awal implementasi terdapat kebutuhan alokasi besar untuk membentuk dana tersebut. Jika ekonomi belum tumbuh kuat, alokasi pembentukan dana bisa menambah tekanan pada fiskal. Analisis isu sepekan menyebut bahwa skema dana abadi memerlukan kesiapan regulasi dan dana yang memadai.
3. Sektor perumahan dan penyaluran masih memiliki backlog besar
Skema FLPP hingga kini masih memiliki backlog perumahan yang signifikan. Contohnya, pencapaian program subsidi untuk rumah layak bagi MBR belum sepenuhnya optimal di seluruh wilayah. Jika alih skema dilakukan terlalu cepat, bisa terjadi disrupsi terhadap alokasi subsidi perumahan berjalan.
4. Mekanisme pengelolaan dana belum maksimal
Skema dana abadi memerlukan lembaga pengelola yang profesional dan mekanisme investasi serta pengembalian yang kuat. Tanpa regulasi dan infrastruktur pengelolaan yang matang, dana abadi bisa rawan pemborosan atau kurang optimal. Sebelumnya, artikel menyoroti perlunya transparansi dan kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan perbankan.
5. Efek pengganda (multiplier) belum optimal
Sektor perumahan mempunyai efek pengganda yang besar pada ekonomi karena melibatkan industri bahan bangunan, tenaga kerja konstruksi, dan sektor-turunan lainnya. Namun, jika ekonomi belum tumbuh kuat maka efek ini belum dapat dimaksimalkan. Sebagai contoh, Menteri Keuangan mengemukakan bahwa program perumahan yang berjalan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi hingga 5,6-5,7%. Jika target pertumbuhan belum tercapai, maka skema baru bisa tidak optimal.
6. Kebutuhan subsidi langsung masih besar
Dengan masih banyaknya masyarakat MBR yang belum terjangkau program subsidi seperti FLPP, perubahan skema ke dana abadi bisa menyebabkan transisi yang menyulitkan jika belum dipersiapkan dengan matang. Penyaluran FLPP hingga September 2025 baru mencapai 142.749 unit dari target 220.000 unit untuk satu bank. Ini menunjukkan bahwa sistem yang ada masih dalam proses penguatan.
7. Waktu implementasi dan kesiapan regulasi
Skema dana abadi perumahan masih dalam tahap penggodokan regulasi, sumber dana dan pengelolaannya. Direktur Pelaksanaan Pembiayaan Perumahan Kementerian PUPR menyebut bahwa pembahasan masih dilakukan dengan berbagai pihak. Meluncurkan terlalu cepat tanpa kesiapan penuh dapat menimbulkan kegagalan atau beban besar.
Baca juga : 8 Fakta Bandara Kertajati dan Pernyataan AHY: “In the Middle of Nowhere
Implikasi Kebijakan dan Rekomendasi

Implikasi bagi Pemerintah
-
Perlunya menunda penerapan penuh skema dana abadi perumahan hingga pertumbuhan ekonomi menunjukkan angka yang lebih stabil dan di atas 6 %.
-
Perlu memperkuat skema FLPP yang berjalan saat ini dengan meningkatkan efisiensi penyaluran, memperluas jangkauan, dan memperkuat ekosistem pembiayaan perumahan.
-
Meningkatkan pengelolaan investasi, lembaga pengelola dana abadi, serta regulasi yang mendampingi skema tersebut agar aman dan akuntabel.
Rekomendasi Praktis
-
Lakukan evaluasi menyeluruh atas penyaluran FLPP yang masih berlangsung, identifikasi hambatan dalam penyaluran, dan perbaiki proses sebelum transisi ke dana abadi.
-
Perkuat literasi keuangan dan perumahan bagi MBR agar skema subsidi atau dana abadi mampu berjalan dengan partisipasi masyarakat yang optimal.
-
Perluasan sumber dana non-APBN (public-private partnership, CSR BUMN, investasi swasta) agar pembentukan dana abadi tidak terlalu membebani anggaran negara.
-
Monitor indikator makro seperti pertumbuhan ekonomi, penyerapan industri konstruksi, dan daya beli masyarakat; jika indikator sudah menunjang, maka transisi ke dana abadi bisa dilakukan.
Penutup
Skema dana abadi perumahan memiliki potensi besar untuk menjamin keberlanjutan pembiayaan hunian terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Namun, ketika kondisi ekonomi belum tumbuh kuat (di kisaran 6 % atau lebih) dan mekanisme penyaluran perumahan subsidinya masih dalam proses penguatan, penerapan skema ini dinilai belum tepat timing-nya. Dengan mempertimbangkan tujuh alasan di atas, sangat penting bagi pemangku kebijakan untuk menimbang matang transisi dari skema FLPP ke dana abadi perumahan agar tidak menimbulkan risiko yang justru melemahkan program perumahan nasional
