Pembangunan infrastruktur butuh Rp10,7 kuadriliun untuk mendukung visi besar Indonesia menjadi negara maju pada tahun 2045. Angka fantastis ini menjadi tantangan besar bagi pemerintah, terutama dalam menyiapkan strategi pembiayaan yang tidak membebani APBN.
Kebutuhan dana tersebut mencakup pembangunan jalan tol, bandara, pelabuhan, jaringan kereta api, energi, air bersih, perumahan rakyat, serta infrastruktur digital yang semakin penting di era transformasi teknologi. Pemerintah menilai, keberhasilan pembangunan infrastruktur akan menjadi penentu daya saing Indonesia di tingkat global.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), mengungkapkan bahwa skema pembiayaan inovatif seperti soft loans perlu dikembangkan agar proyek-proyek prioritas tidak terhambat. Ia menegaskan, kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan lembaga keuangan internasional adalah kunci untuk mewujudkan target ambisius tersebut.
Skema Soft Loans Jadi Solusi Pembiayaan Pembangunan

Menurut AHY, konsep soft loans atau pinjaman lunak merupakan langkah strategis untuk menyeimbangkan kebutuhan dana besar dengan kemampuan fiskal negara. Pinjaman lunak menawarkan bunga rendah dan jangka waktu pembayaran panjang, sehingga tidak menekan APBN secara berlebihan.
“Kalau kita bicara pembangunan infrastruktur butuh Rp10,7 kuadriliun, maka perlu skema yang fleksibel dan berkelanjutan. Soft loans bisa menjadi jembatan bagi proyek-proyek yang memiliki dampak ekonomi tinggi,” jelas AHY dalam forum nasional pembangunan infrastruktur.
Selain dari pinjaman luar negeri, pemerintah juga membuka peluang bagi lembaga keuangan domestik dan swasta untuk berpartisipasi melalui Public Private Partnership (PPP). Skema kerja sama ini memungkinkan pembiayaan dan pengelolaan infrastruktur dilakukan bersama-sama dengan prinsip efisiensi dan akuntabilitas.
Pemerintah Siapkan Roadmap Pembiayaan Jangka Panjang
Kementerian PPN/Bappenas bersama Kementerian Keuangan kini tengah menyusun roadmap pembiayaan infrastruktur 2025–2045. Dokumen ini akan menjadi panduan utama bagi pemerintah dan investor dalam menentukan arah prioritas pembangunan nasional.
Dalam roadmap tersebut, pemerintah memperkirakan total infrastruktur butuh Rp10,7 kuadriliun, dengan rincian sekitar 40% akan dibiayai oleh pemerintah, 35% oleh swasta, dan sisanya oleh BUMN dan lembaga internasional.
Menteri PPN/Kepala Bappenas menekankan pentingnya sinkronisasi antara rencana pembangunan daerah dan pusat agar tidak terjadi tumpang tindih. Selain itu, penggunaan teknologi digital dalam perencanaan, pengawasan, dan evaluasi proyek akan diperkuat untuk memastikan setiap rupiah digunakan secara efektif.
AHY Dorong Sinergi Antar-Kementerian untuk Capai Target Infrastruktur
AHY juga menyoroti pentingnya sinkronisasi tata ruang nasional agar pembangunan infrastruktur berjalan sesuai rencana. Menurutnya, banyak proyek strategis nasional terkendala masalah lahan dan perizinan, sehingga perlu koordinasi kuat antar kementerian.
“Kami di Kementerian ATR/BPN memastikan kepastian hukum atas lahan yang digunakan untuk proyek infrastruktur. Tanpa kepastian lahan, proyek bisa terhambat dan biaya membengkak,” ujar AHY.
Ia menambahkan, percepatan sertifikasi tanah untuk proyek publik menjadi prioritas agar pembebasan lahan berjalan lancar. Pemerintah bahkan menargetkan seluruh lahan infrastruktur strategis memiliki status hukum yang jelas sebelum proyek dimulai.
Investasi Asing dan Kolaborasi Global Jadi Penggerak Utama
Untuk memenuhi infrastruktur butuh Rp10,7 kuadriliun, pemerintah juga membuka peluang kerja sama dengan lembaga internasional seperti Bank Dunia, Asian Development Bank (ADB), dan Islamic Development Bank (IsDB). Melalui skema soft loans, Indonesia bisa mendapatkan dukungan finansial dengan bunga rendah.
AHY menilai, kerja sama ini tidak hanya soal pembiayaan, tetapi juga transfer teknologi dan manajemen proyek. “Kita ingin memastikan pembangunan tidak hanya cepat, tapi juga berkelanjutan. Kolaborasi dengan mitra global akan membantu memperkuat kapasitas nasional,” jelasnya.
Dampak Ekonomi dari Pembangunan Infrastruktur Skala Besar
Pembangunan infrastruktur butuh Rp10,7 kuadriliun ini diharapkan membawa efek ganda terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Menurut perhitungan Bappenas, setiap Rp1 triliun investasi infrastruktur dapat menciptakan lebih dari 14.000 lapangan kerja langsung dan tidak langsung.
Selain itu, infrastruktur yang baik akan memperlancar distribusi barang dan jasa, menurunkan biaya logistik, dan meningkatkan daya saing industri. Dalam jangka panjang, hal ini akan meningkatkan Produktivitas Nasional (Total Factor Productivity) yang menjadi indikator utama daya saing negara.
Pembangunan infrastruktur juga mempercepat pemerataan ekonomi, terutama di kawasan timur Indonesia yang masih tertinggal. Dengan konektivitas yang membaik, investasi baru di sektor industri, pariwisata, dan energi akan semakin mudah masuk ke daerah-daerah potensial.
Baca juga : KPR SLIK OJK Jadi Sorotan, 70% Pengajuan Kredit Rumah Gagal Disetujui
Transformasi Digital: Infrastruktur Tak Lagi Hanya Fisik
Dalam konteks masa depan, infrastruktur digital menjadi bagian penting dari total infrastruktur butuh Rp10,7 kuadriliun tersebut. Pemerintah menargetkan pembangunan jaringan 5G nasional, data center, dan satelit komunikasi agar seluruh wilayah Indonesia terkoneksi internet cepat.
AHY menegaskan bahwa infrastruktur digital adalah tulang punggung ekonomi masa depan. “Tanpa konektivitas digital, pembangunan fisik tidak akan maksimal. Kita ingin desa dan kota sama-sama punya akses teknologi yang setara,” katanya.
Pendanaan Hijau (Green Financing) untuk Pembangunan Berkelanjutan
Selain soft loans, pemerintah juga menjajaki green financing atau pembiayaan hijau untuk mendukung proyek infrastruktur ramah lingkungan. Skema ini menjadi bagian dari komitmen Indonesia terhadap target Net Zero Emission 2060.
Proyek seperti pembangunan energi terbarukan, sistem transportasi rendah karbon, dan infrastruktur air bersih menjadi prioritas. AHY menyebut bahwa arah pembangunan harus selaras dengan prinsip keberlanjutan agar tidak menimbulkan beban ekologis di masa depan.
Peran Swasta dan BUMN dalam Mendorong Akselerasi Infrastruktur
BUMN seperti PT Hutama Karya, Waskita Karya, dan Wijaya Karya telah menjadi tulang punggung pembangunan nasional. Namun, untuk memenuhi kebutuhan infrastruktur butuh Rp10,7 kuadriliun, peran swasta sangat dibutuhkan.
Pemerintah menawarkan insentif fiskal, jaminan pemerintah, serta kemudahan perizinan bagi investor yang berpartisipasi dalam proyek strategis. Dengan demikian, proyek besar seperti tol trans-Sumatera, pembangunan ibu kota baru Nusantara (IKN), dan jaringan kereta cepat dapat berjalan sesuai target.
AHY: Infrastruktur Adalah Fondasi Keadilan Sosial
Dalam beberapa kesempatan, AHY menekankan bahwa infrastruktur bukan hanya proyek fisik, tetapi juga simbol keadilan sosial. Ia menilai, akses terhadap infrastruktur menentukan kesempatan ekonomi dan kualitas hidup masyarakat.
“Kalau kita ingin Indonesia Emas 2045, maka infrastruktur harus menjadi fondasi pemerataan. Jalan, air, listrik, dan internet adalah hak rakyat,” tegasnya.
Dengan pendekatan inklusif, pemerintah berupaya agar pembangunan tidak hanya berfokus di Jawa, tetapi juga di wilayah perbatasan dan kepulauan terpencil.
Data Singkat Pembangunan Infrastruktur Indonesia 2025–2045
Komponen | Estimasi Dana (Rp) | Sumber Pendanaan |
---|---|---|
Transportasi (tol, bandara, pelabuhan) | 4.200 triliun | APBN, swasta |
Energi & Ketenagalistrikan | 2.500 triliun | BUMN, green financing |
Air & Sanitasi | 1.200 triliun | Pemerintah daerah |
Infrastruktur Digital | 1.100 triliun | Swasta, soft loans |
Perumahan & Perkotaan | 1.700 triliun | APBN & PPP |
Total | Rp10,7 Kuadriliun | Multi-sumber |
Kesimpulan: Sinergi untuk Mewujudkan Infrastruktur Rp10,7 Kuadriliun
Kebutuhan infrastruktur butuh Rp10,7 kuadriliun hingga tahun 2045 bukanlah hal mustahil jika pemerintah, swasta, dan masyarakat bergerak bersama. Skema soft loans yang diinisiasi AHY menjadi salah satu inovasi penting dalam memastikan pembiayaan jangka panjang yang efisien.
Melalui perencanaan matang, pendanaan hijau, dan tata kelola yang transparan, Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi negara maju dengan infrastruktur modern dan berkelanjutan.
Membangun infrastruktur bukan hanya membangun jalan dan jembatan, tetapi juga membuka jalan bagi kesejahteraan generasi mendatang.