7 Fakta Risiko Penipuan deepfake AI: Ancaman Digital yang Meraup Kerugian Rp 700 Miliar

7 Fakta Risiko Penipuan deepfake AI: Ancaman Digital yang Meraup Kerugian Rp 700 Miliar

Penipuan deepfake AI kini menjadi fenomena serius di Indonesia. Dengan kemajuan teknologi kecerdasan buatan, modus yang memanfaatkan konten palsu—seperti video, suara, atau identitas tiruan—membuka celah besar bagi kejahatan siber. Modus ini sudah menimbulkan kerugian hingga Rp 700 miliar, menurut data resmi Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi

1. Skala Kerugian Penipuan deepfake AI Capai Rp 700 Miliar

Modus penipuan menggunakan teknologi deepfake yang memanfaatkan AI sudah menimbulkan kerugian yang sangat besar. Nezar Patria selaku Wakil Menteri Komunikasi dan Digital menyatakan bahwa “produk deepfake berbasis AI ini, ketika digunakan untuk melakukan kejahatan, sungguh luar biasa dapat menipu masyarakat.” 
Angka kerugian tersebut—sekitar Rp 700 miliar—telah diungkap dalam beberapa laporan.
Jumlah ini belum termasuk kerugian yang mungkin tidak terlapor atau yang sedang dalam investigasi.


2. Modus Penipuan deepfake AI yang Digunakan

  • Kloning suara dan wajah

Kejahatan ini sering melibatkan penggunaan wajah atau suara seseorang untuk membuat konten yang sangat mirip dengan aslinya—menjadi alat manipulasi.

  • Rekayasa identitas dalam proses digital onboarding

Dalam sektor keuangan, contohnya di Allo Bank, kolaborasi dengan Advance.AI menunjukkan bahwa verifikasi identitas digital terancam oleh teknologi deepfake.

  • Hoaks dan disinformasi melalui konten palsu

Konten video atau gambar yang dihasilkan oleh AI sering digunakan untuk menyebarkan hoaks, memanipulasi opini publik, atau membuka pintu bagi penipuan finansial.


3. Industri Keuangan Khususnya Rentan terhadap Penipuan deepfake AI

Deepfake: Bahaya dan Cara Menyikapinya - REFO

Sektor keuangan menjadi salah satu target utama. Menurut laporan, industri perbankan dan fintech menghadapi ancaman besar dari identitas sintetis, rekayasa wajah, dan dokumen palsu yang dihasilkan lewat AI.
Hal ini menunjukkan bahwa bukan hanya individu yang menjadi korban, tetapi juga lembaga keuangan yang bisa rugi besar jika sistemnya tidak mampu mendeteksi modus-modus baru.


4. Regulasi & Rencana Nasional untuk Menghadapi Penipuan deepfake AI

Pemerintah sudah bergerak untuk merespons ancaman ini melalui regulasi dan peta jalan teknologi.
Kementerian Komunikasi dan Digital tengah menyusun “Peta Jalan AI Nasional” yang mewajibkan para pengembang untuk bersikap etis, transparan, dan akuntabel saat membuat produk berbasis AI.
Regulasi yang sudah relevan mencakup:

  • Undang‑Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE)

  • Undang‑Undang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP)

  • Kitab Undang‑Undang Hukum Pidana (KUHP)
    Upaya ini penting agar penggunaan teknologi AI tidak lepas kontrol dan masyarakat terlindungi.


5. Tantangan Deteksi dan Pencegahan Penipuan deepfake AI

  • Teknologi deepfake semakin canggih

Algoritma generatif terus berkembang, sehingga kualitas deepfake semakin sulit dibedakan dari konten asli.

  • Literasi digital masyarakat masih rendah

Banyak pengguna internet belum memahami ciri-ciri konten deepfake, sehingga mudah tertipu.

  • Pengawasan teknologi AI dan etika pengembang

Masih banyak produk AI yang dibuat tanpa mencantumkan label “dibuat oleh AI” atau tanpa etika yang jelas. Hal ini menambah risiko.


Baca juga : 5 Cara Bikin IG Story Kolase Animasi dari 20 Foto, Fitur Baru yang Lagi Viral!


6. Dampak Penipuan deepfake AI Masuk ke Ranah Nyata

Mengembangkan AI dengan Etika dan Tanggung Jawab

Penipuan deepfake AI tak hanya berdampak finansial, tapi juga reputasi dan keamanan:

  • Korban individu bisa mengalami kerugian besar dan trauma psikologis.

  • Lembaga keuangan bisa kehilangan kepercayaan publik.

  • Sistem demokrasi dan media berpotensi diserang melalui disinformasi yang sulit dideteksi. 
    Contoh: di pemilu sebelumnya, penipuan deepfake meningkat hingga 1.550%.


7. Langkah Preventif yang Bisa Dilakukan Sekarang

Untuk masyarakat umum

  • Periksa keaslian konten: suara, wajah, lip-sync, pencahayaan, bayangan—sering ada ketidaksempurnaan pada deepfake.

  • Jangan langsung percaya pesan yang mendesak transfer uang atau data pribadi hanya karena “terlihat seperti” pejabat atau tokoh.

  • Aktifkan autentikasi ganda (2FA) dan cek aktivitas keuangan secara rutin.

Untuk lembaga dan pengembang teknologi

  • Terapkan sistem deteksi otomatis untuk konten deepfake (misalnya berbasis GAN atau algoritma pembelajaran mesin).Pastikan transparency: produk AI mencantumkan bahwa konten dibuat oleh AI, dan ada audit etika.

  • Kolaborasi antara pemerintah, industri, dan pemangku kepentingan untuk saling berbagi intelijen terkait modus-modis baru.


Kesimpulan

Penipuan deepfake AI adalah ancaman serius yang tak boleh dianggap remeh. Dengan kerugian yang telah mencapai sekitar Rp 700 miliar, fokus keyword “penipuan deepfake AI” seharusnya menjadi peringatan bahwa teknologi AI yang seharusnya membawa manfaat bisa juga disalahgunakan dengan cepat dan meluas.
Masyarakat, lembaga keuangan, pengembang teknologi, dan pemerintah semuanya memiliki peran yang tak bisa dilewatkan untuk mengatasi risiko ini. Transparansi, literasi, dan kolaborasi menjadi kunci—agar kecanggihan teknologi tidak berbalik menjadi kerugian besar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *